Gelombang krisis global yang terjadi sudah seharusnya menjadi pijakan utama pemerintah dalam membuat kebijakan reshuffle kabinet yang pro publik. Persoalan reshuffle kabinet bukan semata persoalan elite politik. Reshuffle kabinet benar merupakan hak prerogatif dari presiden kendati demikian tidak serta merta lepas begitu saja dari kepentingan publik. Dampaknya sangat jelas dari krisis akan langsung menerpa kehidupan publik untuk masa selanjutnya. Belum lagi jika kita menengok sistem pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung maka publik jelas berkepentingan melakukan control secara langsung atas apapun kebijakan yang hendak dibikin oleh pemerintah.
Reshuffle kabinet tentu tidak boleh mengabaikan tuntutan kebutuhan publik. Beberapa indikasi yang dapat digunakan sebagai pedoman pengambilan keputusan reshuffle kabinet yang pro publik diantaranya reshuffle harus mengedepankan penyelesaian dan pembuktian adanya good and clean government. Permasalahan akut birokrasi pemerintah dan rusaknya integritas penyelenggara negara harus terjawab dengan reshuffle yang mengedepankan preferensi publik tidak semata mengakomodasi kepentingan elite kekuasaan dan partai politik. Keberanian presiden untuk mengganti menteri-menteri yang kinerjanya buruk dan tersangkut masalah menjadi sesuatu yang ditunggu publik.Terbukti reshuffle yang ada tidak mempertimbangkan hal tersebut.
Terkait krisis global, maka pemerintah dalam hal ini presiden dalam kebijakan reshufflenya nampak lebih mengedepankan tuntutan kepentingan privat dan kalkulasi yang bias pendekatan untung rugi kekuasaan. Terutama pada posisi-posisi kementerian strategis tidak diisi orang-orang yang memiliki rekam jejak kebijakan pro publik yang jelas. Publik sebagaimana salah satunya terepresentasi kekuatan pers sebagai salah satu pilar demokrasi tentu dapat menyandingkan rekam jejak kandidat nama yang beredar namun perdebatan yang terjadi hampir tidak menyentuh substansi demokrasi sosial dan lebih merupakan pergunjingan seputar reshuffle, hal ini ikut didorong perilaku kekuasaan yang dominan tanpa melepas kriteria figur-figur terlebih dahulu dan semi tertutup. Padahal memalui pers dapat dikomunikasikan apakah dari kebijakan sebelumnya figur-figur yang ada menguntungkan kepentingan publik atau justru sebaliknya menguntungkan kepentingan privat seperti kepentingan swasta dan golongan.
Dampak nyata dari krisis jelas akan menerpa Indonesia. Pemerintah dalam kebijakannya harus segera mendahulukan skala prioritas mengedepankan kepentingan nasional. Publik menyaksikan dan merasakan langsung dampak dari setiap keputusan politik pemerintah. Akibat lalai dan meninggalkan kewajiban dalam mewujudkan kesejahteraan sosial sangatlah fatal bagi sebuah negara akibatnya akan banyak tuntutan dan kekecewaan dimana-mana. Reshufle telah berjalan dan penuh sandiwara kekuasaan yang menjadi konsumsi elite jauh dari preferensi publik, tenggang rasa dan sense of crisis situasi bernegara yang terancam krisis ia telah menjadi tarian kekuasaan yang melenggang begitu saja tanpa menggubris semakin susahnya kehidupan rakyat di Indonesia. Pilihan partai-partai pun cenderung mendekam memilih nyaman dalam buaian kenyamanan di dalam pemerintahan dan ini menjadi preseden buruk bagi pembangunan demokrasi sosial di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar